Senin, 12 Maret 2012

RPDT DAS RONGKONG


 PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU
DAS RONGKONG
Oleh: Yumna, S.P., M.P.


PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) Rongkong sebagai bagian dari Wilayah Kerja BP DAS Saddang dan merupakan Satuan wilayah Pengelolaan (SWP DAS Rongkong) dengan total luas 190.748 ha, yang secara administrasi mencakup 2 kabupaten yaitu Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu, tersebar di sembilan kecamatan. Berdasarkan  batas administrasi kecamatan,  wilayah DAS Rongkong terdiri dari Kecamatan Baebunta 16.928 ha (8,87% luas DAS), Kecamatan Lamasi 23.568 ha (12,36%), Kecamatan Limbong 41.136 ha (21,57%), Kecamatan Malangke 4.340 ha (2,28%), Malangke Barat 20.261 ha (10,62%), Mappedeceng 7.538 ha (3,95%), Sabbang 68.152 ha (35,73%), Seko 6.434 ha (3,37%), dan Walenrang Utara 2.391 ha (1,25%). Memperhatikan letak wilayah DAS Rongkong baik secara geografis, administratif, ataupun secara alamiah (ekosistem), kondisi, karakteristik, dan tipologi DAS, maka wilayah DAS Rongkong merupakan sumber kepentingan banyak pihak sehingga harus mendapatkan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan.
Tujuan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Rongkong Terpadu adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam melaksanakan pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Dengan pengelolaan DAS Rongkong secara terpadu maka, DAS Rongkong sebagai  bentangan lahan yang mampu mengatur tata air dapat berfungsi maksimal, mampu mendukung ketersediaan air, pangan dan energi pada saat sekarang dan akan datang, Memperkecil potensi terjadinya bencana alam, mengendalikan pencemaran dan menjaga kualitas air  di DAS Rongkong, tercipta koordinasi dan sinergitas antara hulu, tengah dan hilir, tingkat kesejahteraan masyarakat baik di hulu, tengah,  maupun di hilir dapat ditingkatkan, terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya - upaya pokok berikut: a)Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang luas, b)Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air, c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air, d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.
METODE PENYUSUNAN RENCANA 
Proses penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (RPDT) DAS Rongkong mengacu kepada Permenhut No. P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu. Rencana Pengelolaan DAS terpadu merupakan rencana jangka panjang 15 tahun yang bersifat umum dengan batas ekosistem DAS, yang disusun secara partisipatif dengan melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan sumberdaya alam yang terdiri dari unsur-unsur masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah, dengan menerapkan prinsip-prinsip keterpaduan, kesetaraan, dan komitmen untuk menerapkan penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya alam yang adil, efektif, efisien dan berkelanjutan. Kegiatan penyusunan RPDT DAS Rongkong secara garis besarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap legalisasi.

KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS RONGKONG
Letak dan luas 
Secara geografis, DAS Rongkong berada pada koordinat   2 43’ 37”.8 - 3 49 34.8 LS dan 11914’ 49”.7  - 120 30’ 0’’ BT  dengan luas area  190.748 ha. DAS Rongkong terdiri dari 2 kabupaten, yang terdistribusi di 9 kecamatan dengan rincian, Kabupaten Luwu Utara mencakup 7 kecamatan yaitu Kecamatan Baebunta, Limbong, Malangke, Malangke Barat, Mappedeceng, Sabbang, dan Seko). Kabupaten Luwu dengan 2 kecamatan (Lamasi dan Walenrang Utara) (Tabel 3.1). Wilayah DAS Rongkong terluas berada di Kecamatan Sabbang yaitu menempati sekitar 35,73% dari total luas DAS Rongkong, kemudian terluas kedua adalah Kecamatan Limbong (21,57%), selanjutnya Kecamatan Lamasi (12,36%), dan wilayah terkecil berada di Kecamatan Walenrang Utara yaitu hanya 1,25% dari luas DAS Rongkong. 
Iklim Kondisi iklim (curah hujan) sepuluh tahun terakhir pada lima stasiun penangkar curah hujan yang berada di dalam wilayah DAS Rongkong berdasarkan klasifikasi Sckmidt Ferguson menunjukkan bahwa wilayah DAS Rongkong adalah tipe iklim A dan B. Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah DAS Rongkong diklasifikasikan dalam 4 kelompok yaitu 2.228 mm, 2.659 mm, 2.889 mm, 3.467 mm dan 3.645 mm. Sedangkan Suhu di wilayah DAS Rongkong berkisar antara 17 – 33 oC. 
Morfologi DAS
Panjang aliran sungai Rongkong mencapai 2.526,81 km, yang mencakup anak-anak sungai dengan panjang 2.107,96 km dan sungai utama 418,85  km. Berdasarkan panjang sungai dan luas DAS, dimana Luas DAS Rongkong 190.748 ha (1.907,48 km2), maka Faktor Bentuk Sungai Rongkong adalah 0,01087 yang artinya Sungai Rongkong memiliki bentuk memanjang. Kemiringan lereng  bervariasi dari datar , landai, bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan persen kemiringan 0-8, 8-15, 15-25, 25-40, dan >40%. Dari total  luas DAS Rongkong, sekitar 64,40% (122.846 ha) areal yang memiliki kemiringan lereng >40%. Kondisi ini tersebar di Kecamatan Sabbang 49.496 ha, Kecamatan Limbong 41.136 ha, Kecamatan Lamasi 17.173 ha, Mappedeceng 7.538 ha, Seko 6.434 ha dan Baebunta 528 ha. Kerapatan drainase wilayah  DAS Rongkong adalah 1,325 km/km2. Angka ini menunjukkan kerapatan drainase DAS Rongkong >0.62 km/km2 dan <3.10 km/km2 berarti DAS Rongkong kadang mengalami penggenangan dan kadang mengalami kekeringan, tergantung curah hujan. Pola aliran sungai DAS Rongkong adalah Dendritik (seperti percabangan pohon).
Penutupan Lahan
Permukaan DAS Rongkong tampak dari atas (penutupan lahan) terdiri dari Hutan Primer, Hutan Sekunder, Kebun campuran, pemukiman, sawah, pertanian lahan kering, semak/belukar, mangrove, tambak/empang, rawa, tubuh air, dan tanah terbuka. 51,84% penutupan lahan DAS Rongkong adalah hutan yang terdiri dari Hutan Primer 40,96% dan Hutan Sekunder 10,88%, kebun campuran yaitu sekitar 23,99% dari luas DAS Rongkong, Pertanian, terdiri dari pertanian lahan kering dan lahan basah (sawah) yang menempati sekitar 10,25% (19.463,26 ha), kebun campuran seluas 45.764,18 ha (23,99%), Kondisi permukaan lahan DAS Rongkong yang senantiasa tergenang mencapai 11.695,33 ha (6,13 % luas DAS Rongkong). Permukaan tersebut terdiri dari hutan mangrove, rawa, tambak/empang, dan tubuh air. Penutupan lain dari wilayah DAS Rongkong adalah pemukiman, semak belukar, dan tanah terbuka. 
Tanah. 
Jenis tanah yang terdapat di wilayah DAS Rongkong didominasi oleh jenis Dystropepts seluas 132.561 ha (69.50% % dari total luas  DAS Rongkong) dan terdapat di Kecamatan Sabbang, Limbong, Lamasi, Mappedeceng, Seko dan sedikit di Baebunta. Terluas kedua adalah  tropaquepts seluas 46.170 ha (24,20%). Jenis batuan yang mendominasi wilayah DAS Rongkong adalah granit, granodiorit, riolit  yaitu mencakup 64.023 ha (33,56% wilayah DAS Rongkong) dan tersebar di Kec. Sabbang, Limbong, Mappedeceng, dan Seko.

Lahan Kritis
Lahan kritis DAS Rongkong yang mencakup agak kritis, potensial kritis, kritis, dan sangat kritis adalah 178.453,82 ha (93,55% dari luas DAS). lahan kritis DAS Rongkong yang mencakup agak kritis, potensial kritis, kritis, dan sangat kritis adalah 178.453,82 ha (93,55% dari luas DAS). Luas Lahan yang betul-betul kritis yaitu kritis dan sangat kritis hanya mencapai 34.206,39 ha (17,93% dari total luas DAS). Lahan kritis ini tersebar di Kecamatan Baebunta, Lamasi, Limbong, Malangke Barat, sabbang, Seko dan Walenrang Utara. 
Kondisi Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk yang terdapat di wilayah DAS Rongkong, khususnya di  2 (dua) kabupaten yakni  Luwu Utara, dan Luwu, berdasarkan sensus tahun 2010 kurang lebih sebanyak 224.138 jiwa, dengan jumlah laki-laki 115.364 jiwa, dan perempuan 108.774 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata di wilayah DAS Rongkong yaitu 139 jiwa/km2, dan rata-rata jumlah tanggungan keluarga adalah 4 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga 52.850 KK. Jenis mata pencaharian yang paling banyak diusahakan penduduk adalah pertanian dengan total 87.442 penduduk. Pertanian yang dimaksud disini adalah pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Sarana dan prasarana perekonomian yang banyak dijumpai di wilayah DAS Rongkong adalah Koperasi dalam berbagai jenis yaitu Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Tani, dan lainnya. Prasarana lainnya adalah pasar hampir tersedia di setiap kecamatan. pihak yang terkait dengan kepentingan DAS meliputi : 1) Pemda Kabupaten-Kabupaten berkepentingan terhadap pendapatan dari pajak bumi dan bangunan dan pajak lain sebagai sumber PAD masing-masing Kabupaten; 2)Instansi Pertanian yang berkepetingan memanfaatkan Sumberdaya alam lahan dan air untuk pembangunan pertanian; 3)PU Pengairan yang berkepentingan terhadap pengelolaan aliran sungai sebagai sumber air baku bagi air minum, atau untuk kebutuhan air irigasi atau yang terkait dengan pembangunan fasilitas umum; 4)Pihak Kehutanan dengan berbagai instansi kelembagaannya, seperti Dinas Kehutanan, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Saddang dan unit KSDA mempunyai kepentingan tersendiri terhadap pemanfaatan dan pengelolaan  DAS Rongkong; 5)Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengelola status hak penguasaan tanah; 6)Pihak Perkebunan dalam upaya pemanfaatan lahan untuk pengembangan komoditas perkebunan; 7)Pihak Peternakan dalam upaya pemanfaatan lahan untuk pengembangan  berbagai jenis ternak; 8)Pihak Perikanan dalam upaya pemanfaatan lahan untuk budidaya berbagai jenis ikan; 9)Pengusaha yang terkait dengan bahan baku hasil SDA wilayah DAS Rongkong termasuk bahan tambang utamanya yang tergolong bahan galian C (tambang permukaan); 10) Masyarakat yang hidupnya tergantung pada potensi SDA wilayah DAS Rongkong; dan 11)Instansi lainnya yang memiliki kepentingan terhadap DAS Rongkong.

ANALISIS DAN PERUMUSAN MASALAH
Di Wilayah DAS Rongkong teridentifikasi beberapa masalah yaitu lahan kritis, erosi, sedimentasi, penggunaan lahan di luar status kawasan atau di luar fungsinya (alih fungsi lahan), masalah sosial, serta kelembagaan. Lahan kritis mencapai 34.206,39 ha dengan kondisi Kritis seluas 30.424,52 ha dan Sangat Kritis seluas 3.781,86 ha dan agak kritis seluas 74.294,21 ha serta potensial kritis 69,953.22 ha. Sedangkan alih fungsi lahan seluas 16.218,70 ha. Alih fungsi lahan tersebut adalah Kebun Campuran seluas 1.826,42 ha (Kecamatan Lamasi, Malangke Barat, Sabbang, Baebunta dan Walenrang Utara), Pemukiman 7,03 ha (Limbong), Pertanian Lahan Kering 1.536,64 ha (Limbong dan Sabbang), Semak Belukar 8.355,30 ha (Baebunta, Lamasi, Limbong, Sabbang, dan Seko), Tambak/empang 3.936,22 ha (Malangke, Malangke Barat, dan Walenrang Utara), Tanah Terbuka 77,71 ha (Limbong dan Sabbang), Tubuh air 479,39 ha (Malangke, Malangke Barat, dan Walenrang Utara).
Prediksi erosi total untuk DAS Rongkong hingga tahun 2011 sebesar 403.727,77 ton. Erosi terbesar terjadi di Kecamatan Sabbang dan Limbong. Hasil analisis Muatan Sedimen (MS) dengan mempertimbangkan konsentrasi sedimen, debit rata-rata tahunan, luas DAS, dan Rasio Penghantar Sedimen (SCR), maka diperoleh nilai muatan sedimen (MS) sebesar 47 ton/ha/thn, dimana nilai tersebut termasuk kategori Sangat Tinggi.
Masalah lain yang terjadi di DAS Rongkong terkait dengan masalah sosial adalah tekanan penduduk terhadap lahan dan tingkat kesejahteraan penduduk. Terjadinya alih fungsi lahan yang seharusnya adalah hutan atau hutan produksi terbatas, berubah menjadi kebun campuran, ladang, tambak/empang, bahkan menjadi sawah, adalah bukti bahwa lahan garapan untuk pertanian semusim belum mencukupi untuk menopang kehidupan masyarakat. Artinya, luas lahan untuk pertanian sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah kepala keluarga yang berprofesi sebagai petani. Kondisi ini dapat mendorong meningkatnya intervensi masyarakat terhadap hutan, maka secara otomatis eksistensi hutan sebagai pengatur tata air akan mendapat ronrongan. Mengacu pada jenis mata pencaharian penduduk DAS Rongkong yang umumnya adalah petani dan bukan petani intensif atau petani tradisional, maka diprediksi tingkat kesejahteraan penduduk DAS Rongkong relative masih rendah.
Kelembagaan pengelolaan DAS dirasakan masih kurang mantap. Hal ini dicirikan oleh masih lemahnya tingkat koordinasi antar pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.
RENCANA DAN STRATEGI PENGELOLAAN
Rencana pengelolaan berbasis kebijakan diantaranya; (1) Kebijakan dan regulasi di tingkat stakeholder terkait, yang berwawasan lingkungan (konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan lahan di DAS Rongkong) sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat, (2)Dukungan finansial baik dari APBN, APBD ataupun dari sumber lain  untuk menjamin keberlangsungan program kegiatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan lahan di DAS Rongkong baik bersifat fisik dan non fisik, (3)Merumuskan aturan kelembagaan, dalam pengelolaan DAS Rongkong, maka DAS Rongkong harus mereformasi organisasi / forum / lembaga yang ada dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumberdaya manusia sehingga dapat berperan lebih optimal dalam pengelolaan DAS Rongkong secara terpadu. (4) Merumuskan instrumen pengelolaan DAS Rongkong, meliputi : Penilaian sumber daya air dan lahan sebagai alat untuk memahami antara sumber daya yang ada dengan tingkat kebutuhannya, Perencanaan pengelolaan DAS terpadu yang mengkombinasikan rencana tata ruang wilayah (RTRW), pengelolaan dan penilaian resiko lingkungan, ekonomi dan sosial dengan partisipasi masyarakat dalam menentukan arah pembangunan, Instrumen perubahan perilaku sosial melalui perumusan kurikulum pendidikan yang berbasiskan pengelolaan DAS sehingga muncul kesadaran dari masyarakat sendiri untuk menjaga ekosistem DAS tetap lestari, Instrumen Ekonomi, menjadikan DAS memiliki nilai secara ekonomi melalui mekanisme jasa lingkungan dan memberlakukan subsidi, incentive dan punishment, Instrumen regulasi untuk mengontrol kualitas air, distribusi jumlah air, perencanaan penggunaan lahan dan perlindungan lingkungan sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi semua pihak. Pertukaran data dan informasi antar stakeholder melalui satu sistem manajemen informasi yang berifat terbuka.
Strategi berbasiskan kegiatan RHL yang digunakan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu kegiatan vegetatif, sipil teknis berbasis lahan dan sipil teknis berbasis alur sungai. Kegiatan vegetatif;  penanaman dalam bentuk penghijaun, reboisasi, dan hutan tanaman rakyat seluas 34.206,39 ha. Kegiatan sipil teknis berbasis lahan; pembuatan embung, dan sumur resapan. Kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai; pembuatan Dam Pengendali (Dpi), dan DAM Penahan (DPn) pada lahan-lahan yang kritis, erosi tinggi dan sesuai syarat teknis dari bangunan tersebut.
RENCANA IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN
Total biaya yang dibutuhkan untuk Program Pengelolaan DAS Terpadu DAS Rongkong untuk jangka waktu 15 tahun adalah sebesar Rp 1.235.096.977.230,-. Pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS Rongkong terpadu dikelompokkan dalam 3 tim yaitu: Tim Pengarah, Tim Pengelola, dan Tim Monitoring dan Evaluasi.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Tahapan - tahapan yang harus dievaluasi antara lain adalah sebagai berikut: (1) Input (jumlah dana, staf yang terlibat, kantor, volunteers, peralatan,  bahan dan kelembagaan yang terlibat, dan mekanisme hubungan antar lembaga); (2)Aktivitas (kegiatan yang dilakukan, perencanaan  dan penerapan dari rencana yang dibuat; (2)Target sasaran (multipihak yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi DAS); (3) Reaksi dari target sasaran terhadap rencana yang dilakukan; (4) Perubahan PKS (Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap/Knowledge,  Skill, Ability) terutama perubahan perilaku  masyarakat  terhadap lingkungan dan sosial ekonomi; (5) Perubahan perilaku  melalui  perubahan sosial dan peningkatan kapasitas sosial ekonomi; (6) Hasil akhir yang berhubungan dengan tujuan dan sasaran yang telah direncanakan. 
PUSTAKA
Anonim, 2010. Luwu Utara dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Utara.
Anonim, 2010. Kecamatan Lamasi dalam Angka. Badan Statistik Kabupaten Luwu.
Anonim, 2010. Kecamatan Walenrang Utara dalam Angka. Badan Statistik Kabupaten Luwu.
Anonim, 2011. Hasil pengukuran debit air dan sedimen Sungai Rongkong 20 tahun terakhir. PU Pengairan Provinsi Sulawesi Selatan.
Arsyad, S. ; Pryanto, A. ; dan Nasoetion, L.I. 1985. Pengembangan Daerah Aliran Sungai. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arsyad,S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Balai Pengelolaan DAS Saddang, 2009. Update Lahan Kritis BP DAS Saddang Propinsi Sulawesi Selatan.
Balai Pengelolaan DAS Saddang, 2009. Rencana Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS  (RTk-RHL) BP DAS Saddang, Makale.
Balai Pengelolaan DAS Saddang, 2007. Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terapadu DAS Lamasi, Makale.
Balai Pengelolaan DAS Saddang, 2010. Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Saddang, Makale.
Biro Bina Dekonsentrasi Setda Provinsi SulSel, 2009. Jumlah Penduduk pada desa/lembang dan kelurahan dalam Wilayah Sulawesi Selatan. Makassar.
Indonesia Power. 1990. TMA,  Debit Air Masuk, Keluar PLTA Saguling Tahun 1990.
. 1993. Data DMA, Air Masuk, Air Keluar, Beban dan Produksi KWH PLTA Saguling.
. 2008. TMA, Debit Air Masuk, Keluar, Limpasan, Beban Rata-rata dan Produksi PLTA Saguling.
Holy, M. 1976. Erosion and Environment. Environmental Science and Aplication; Vol 9. Pergamon Press Ltd. England.
Keputusan Menteri Kehutanan RI, 2005. Kriteria Penetapan Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. 2008. Laporan Hasil Pemeliharaan Lingkunagan  Hidup (Penelitian Kualitas Air Waduk Saguling) semester I Tahun 2008. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Peraturan Menteri Kehutanan RI, 2009. Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu . Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar