PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAS TERPADU
DAS RONGKONG
Oleh: Yumna, S.P., M.P.
PENDAHULUAN
Daerah Aliran
Sungai (DAS) Rongkong sebagai bagian dari Wilayah Kerja BP DAS Saddang dan
merupakan Satuan wilayah Pengelolaan (SWP DAS Rongkong) dengan total luas
190.748 ha, yang secara administrasi mencakup 2 kabupaten yaitu Kabupaten Luwu
Utara dan Kabupaten Luwu, tersebar di sembilan kecamatan. Berdasarkan
batas administrasi kecamatan, wilayah DAS Rongkong terdiri dari Kecamatan
Baebunta 16.928 ha (8,87% luas DAS), Kecamatan Lamasi 23.568 ha (12,36%),
Kecamatan Limbong 41.136 ha (21,57%), Kecamatan Malangke 4.340 ha (2,28%),
Malangke Barat 20.261 ha (10,62%), Mappedeceng 7.538 ha (3,95%), Sabbang 68.152
ha (35,73%), Seko 6.434 ha (3,37%), dan Walenrang Utara 2.391 ha (1,25%). Memperhatikan letak wilayah
DAS Rongkong baik secara geografis, administratif, ataupun secara alamiah (ekosistem),
kondisi, karakteristik, dan tipologi DAS, maka wilayah DAS Rongkong merupakan
sumber kepentingan banyak pihak sehingga harus mendapatkan perhatian serius
dari semua pemangku kepentingan.
Tujuan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS
Rongkong Terpadu adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam melaksanakan
pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan
sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara optimal,
berkeadilan, dan berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya pengelolaan DAS
yang optimal ini adalah terjaganya integritas fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat yang tinggal di dalamnya. Dengan pengelolaan DAS Rongkong
secara terpadu maka, DAS
Rongkong sebagai bentangan lahan yang mampu mengatur tata air dapat
berfungsi maksimal, mampu mendukung ketersediaan air, pangan dan energi pada
saat sekarang dan akan datang, Memperkecil potensi terjadinya bencana alam,
mengendalikan pencemaran dan menjaga kualitas air di DAS Rongkong,
tercipta koordinasi dan sinergitas antara hulu, tengah dan hilir, tingkat
kesejahteraan masyarakat baik di hulu, tengah, maupun di hilir dapat
ditingkatkan, terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS.
Ruang lingkup
pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi terhadap upaya - upaya pokok berikut: a)Pengelolaan
ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah
dalam arti yang luas, b)Pengelolaan
sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian
daya rusak air, c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan
dan jenis vegetasi lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan
terhadap tanah dan air, d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk
pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara
bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS.
METODE
PENYUSUNAN RENCANA
Proses penyusunan Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu (RPDT) DAS Rongkong mengacu kepada Permenhut No.
P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu.
Rencana Pengelolaan DAS terpadu merupakan rencana jangka panjang 15 tahun yang
bersifat umum dengan batas ekosistem DAS, yang disusun secara partisipatif
dengan melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan sumberdaya alam yang terdiri
dari unsur-unsur masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah, dengan menerapkan
prinsip-prinsip keterpaduan, kesetaraan, dan komitmen untuk menerapkan
penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya alam yang adil, efektif, efisien dan
berkelanjutan. Kegiatan penyusunan RPDT DAS Rongkong secara garis besarnya
terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
legalisasi.
KONDISI DAN
KARAKTERISTIK DAS RONGKONG
Letak dan luas
Secara geografis, DAS Rongkong
berada pada koordinat 2⁰ 43’ 37”.8 -
3⁰ 49 34.8 LS dan 119⁰14’
49”.7 - 120⁰ 30’ 0’’ BT dengan
luas area 190.748 ha. DAS Rongkong terdiri dari 2 kabupaten, yang
terdistribusi di 9 kecamatan dengan rincian, Kabupaten Luwu Utara mencakup 7
kecamatan yaitu Kecamatan Baebunta, Limbong, Malangke, Malangke Barat,
Mappedeceng, Sabbang, dan Seko). Kabupaten Luwu dengan 2 kecamatan (Lamasi dan
Walenrang Utara) (Tabel 3.1). Wilayah DAS Rongkong terluas berada di Kecamatan
Sabbang yaitu menempati sekitar 35,73% dari total luas DAS Rongkong, kemudian
terluas kedua adalah Kecamatan Limbong (21,57%), selanjutnya Kecamatan Lamasi
(12,36%), dan wilayah terkecil berada di Kecamatan Walenrang Utara yaitu hanya
1,25% dari luas DAS Rongkong.
Iklim Kondisi iklim
(curah hujan) sepuluh tahun terakhir pada lima stasiun penangkar curah hujan
yang berada di dalam wilayah DAS Rongkong berdasarkan klasifikasi Sckmidt
Ferguson menunjukkan bahwa wilayah DAS Rongkong adalah tipe iklim A dan B.
Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah DAS Rongkong diklasifikasikan dalam 4
kelompok yaitu 2.228 mm, 2.659 mm, 2.889 mm, 3.467 mm dan 3.645 mm. Sedangkan
Suhu di wilayah DAS Rongkong berkisar antara 17 – 33 oC.
Morfologi DAS
Panjang
aliran sungai Rongkong mencapai
2.526,81 km, yang mencakup
anak-anak sungai dengan panjang 2.107,96 km dan sungai utama 418,85 km.
Berdasarkan panjang sungai dan luas DAS, dimana Luas DAS Rongkong 190.748 ha
(1.907,48 km2), maka Faktor Bentuk Sungai Rongkong adalah 0,01087 yang artinya Sungai Rongkong memiliki
bentuk memanjang. Kemiringan lereng bervariasi dari datar ,
landai, bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan persen kemiringan 0-8,
8-15, 15-25, 25-40, dan >40%. Dari total luas
DAS Rongkong, sekitar 64,40% (122.846 ha) areal yang memiliki kemiringan lereng
>40%. Kondisi ini tersebar di Kecamatan Sabbang 49.496 ha, Kecamatan Limbong
41.136 ha, Kecamatan Lamasi 17.173 ha, Mappedeceng 7.538 ha, Seko 6.434 ha dan Baebunta 528 ha. Kerapatan drainase
wilayah DAS Rongkong adalah
1,325 km/km2. Angka ini menunjukkan kerapatan
drainase DAS Rongkong >0.62 km/km2 dan <3.10 km/km2 berarti DAS Rongkong
kadang mengalami penggenangan dan kadang mengalami kekeringan, tergantung
curah hujan. Pola aliran sungai DAS Rongkong adalah Dendritik (seperti
percabangan pohon).
Penutupan
Lahan
Permukaan
DAS Rongkong tampak dari atas (penutupan lahan) terdiri dari Hutan Primer,
Hutan Sekunder, Kebun campuran, pemukiman, sawah, pertanian lahan kering,
semak/belukar, mangrove, tambak/empang, rawa, tubuh air, dan tanah terbuka.
51,84% penutupan lahan DAS Rongkong adalah hutan yang terdiri dari Hutan Primer
40,96% dan Hutan Sekunder 10,88%, kebun campuran yaitu sekitar 23,99% dari luas
DAS Rongkong, Pertanian, terdiri dari pertanian lahan kering dan lahan basah
(sawah) yang menempati sekitar 10,25% (19.463,26 ha), kebun campuran seluas
45.764,18 ha (23,99%), Kondisi permukaan lahan DAS Rongkong yang senantiasa
tergenang mencapai 11.695,33 ha (6,13 % luas DAS Rongkong). Permukaan tersebut
terdiri dari hutan mangrove, rawa, tambak/empang, dan tubuh air. Penutupan lain
dari wilayah DAS Rongkong adalah pemukiman, semak belukar, dan tanah terbuka.
Tanah.
Jenis
tanah yang terdapat di wilayah DAS Rongkong didominasi oleh jenis Dystropepts seluas 132.561 ha (69.50% % dari total luas DAS
Rongkong) dan terdapat di Kecamatan Sabbang, Limbong, Lamasi,
Mappedeceng, Seko dan sedikit di Baebunta. Terluas kedua adalah tropaquepts seluas 46.170 ha (24,20%). Jenis
batuan yang mendominasi wilayah DAS Rongkong adalah granit, granodiorit, riolit yaitu mencakup 64.023 ha (33,56% wilayah DAS Rongkong) dan tersebar di Kec. Sabbang, Limbong,
Mappedeceng, dan Seko.
Lahan Kritis
Lahan
kritis DAS Rongkong yang mencakup agak kritis, potensial kritis, kritis, dan
sangat kritis adalah 178.453,82 ha (93,55% dari luas DAS). lahan
kritis DAS Rongkong yang mencakup agak kritis, potensial kritis, kritis, dan
sangat kritis adalah 178.453,82 ha (93,55% dari luas DAS). Luas Lahan yang
betul-betul kritis yaitu kritis dan sangat kritis hanya mencapai 34.206,39 ha
(17,93% dari total luas DAS). Lahan kritis ini tersebar di Kecamatan Baebunta,
Lamasi, Limbong, Malangke Barat, sabbang, Seko dan Walenrang Utara.
Kondisi Sosial Ekonomi
Jumlah
penduduk yang terdapat di wilayah DAS Rongkong, khususnya di 2 (dua) kabupaten yakni Luwu Utara, dan Luwu, berdasarkan
sensus tahun 2010 kurang lebih sebanyak 224.138 jiwa,
dengan jumlah laki-laki 115.364 jiwa, dan perempuan 108.774 jiwa. Tingkat
kepadatan penduduk rata-rata di wilayah DAS Rongkong yaitu 139 jiwa/km2, dan rata-rata jumlah tanggungan keluarga adalah 4
jiwa dengan jumlah Rumah Tangga 52.850 KK. Jenis mata pencaharian yang paling
banyak diusahakan penduduk adalah pertanian dengan total 87.442 penduduk.
Pertanian yang dimaksud disini adalah pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan. Sarana dan prasarana perekonomian yang banyak
dijumpai di wilayah DAS Rongkong adalah Koperasi dalam berbagai jenis yaitu
Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Tani, dan lainnya. Prasarana lainnya adalah
pasar hampir tersedia di setiap kecamatan. pihak yang terkait dengan
kepentingan DAS meliputi : 1) Pemda Kabupaten-Kabupaten
berkepentingan terhadap pendapatan dari pajak bumi dan bangunan dan pajak lain
sebagai sumber PAD masing-masing Kabupaten; 2)Instansi Pertanian yang
berkepetingan memanfaatkan Sumberdaya alam lahan dan air untuk pembangunan
pertanian; 3)PU Pengairan yang
berkepentingan terhadap pengelolaan aliran sungai sebagai sumber air baku bagi
air minum, atau untuk kebutuhan air irigasi atau yang terkait dengan
pembangunan fasilitas umum; 4)Pihak Kehutanan dengan
berbagai instansi kelembagaannya, seperti Dinas Kehutanan, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Saddang dan unit KSDA mempunyai
kepentingan tersendiri terhadap pemanfaatan dan pengelolaan DAS Rongkong; 5)Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mengelola status
hak penguasaan tanah; 6)Pihak Perkebunan dalam upaya
pemanfaatan lahan untuk pengembangan komoditas perkebunan; 7)Pihak Peternakan dalam upaya pemanfaatan lahan untuk
pengembangan berbagai jenis ternak;
8)Pihak Perikanan
dalam upaya pemanfaatan lahan untuk budidaya berbagai jenis ikan; 9)Pengusaha yang terkait dengan bahan baku hasil SDA
wilayah DAS Rongkong termasuk bahan tambang utamanya yang tergolong bahan
galian C (tambang permukaan); 10) Masyarakat yang hidupnya
tergantung pada potensi SDA wilayah DAS Rongkong;
dan 11)Instansi lainnya
yang memiliki kepentingan terhadap DAS Rongkong.
ANALISIS
DAN PERUMUSAN MASALAH
Di Wilayah DAS Rongkong
teridentifikasi beberapa masalah yaitu lahan kritis, erosi, sedimentasi,
penggunaan lahan di luar status kawasan atau di luar fungsinya (alih fungsi
lahan), masalah sosial, serta kelembagaan. Lahan kritis
mencapai 34.206,39 ha dengan kondisi Kritis seluas 30.424,52 ha dan Sangat
Kritis seluas 3.781,86 ha dan agak kritis seluas 74.294,21 ha serta potensial
kritis 69,953.22 ha. Sedangkan alih fungsi lahan seluas 16.218,70 ha. Alih
fungsi lahan tersebut adalah Kebun Campuran seluas 1.826,42 ha (Kecamatan
Lamasi, Malangke Barat, Sabbang, Baebunta dan Walenrang Utara), Pemukiman 7,03
ha (Limbong), Pertanian Lahan Kering 1.536,64 ha (Limbong dan Sabbang), Semak
Belukar 8.355,30 ha (Baebunta, Lamasi, Limbong, Sabbang, dan Seko),
Tambak/empang 3.936,22 ha (Malangke, Malangke Barat, dan Walenrang Utara),
Tanah Terbuka 77,71 ha (Limbong dan Sabbang), Tubuh air 479,39 ha (Malangke,
Malangke Barat, dan Walenrang Utara).
Prediksi erosi total untuk DAS
Rongkong hingga tahun 2011 sebesar 403.727,77 ton. Erosi terbesar terjadi di
Kecamatan Sabbang dan Limbong. Hasil analisis Muatan Sedimen (MS) dengan
mempertimbangkan konsentrasi sedimen, debit rata-rata tahunan, luas DAS, dan
Rasio Penghantar Sedimen (SCR), maka diperoleh nilai muatan sedimen (MS)
sebesar 47 ton/ha/thn, dimana nilai tersebut termasuk kategori Sangat Tinggi.
Masalah lain yang terjadi di DAS
Rongkong terkait dengan masalah sosial adalah tekanan penduduk terhadap lahan
dan tingkat kesejahteraan penduduk. Terjadinya alih fungsi lahan yang
seharusnya adalah hutan atau hutan produksi terbatas, berubah menjadi kebun
campuran, ladang, tambak/empang, bahkan menjadi sawah, adalah bukti bahwa lahan
garapan untuk pertanian semusim belum mencukupi untuk menopang kehidupan
masyarakat. Artinya, luas lahan untuk pertanian sangat terbatas jika dibandingkan
dengan jumlah kepala keluarga yang berprofesi sebagai petani. Kondisi ini dapat
mendorong meningkatnya intervensi masyarakat terhadap hutan, maka secara
otomatis eksistensi hutan sebagai pengatur tata air akan mendapat ronrongan.
Mengacu pada jenis mata pencaharian penduduk DAS Rongkong yang umumnya adalah petani dan bukan petani intensif atau petani
tradisional, maka diprediksi tingkat kesejahteraan penduduk DAS Rongkong relative masih rendah.
Kelembagaan pengelolaan DAS dirasakan masih kurang mantap. Hal ini dicirikan
oleh masih lemahnya tingkat koordinasi antar pihak yang terkait dalam
pengelolaan DAS, kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.
RENCANA DAN
STRATEGI PENGELOLAAN
Rencana pengelolaan berbasis
kebijakan diantaranya; (1) Kebijakan dan regulasi di tingkat stakeholder terkait, yang berwawasan lingkungan (konservasi dan
rehabilitasi sumber daya air dan lahan di DAS Rongkong) sehingga memiliki
kekuatan hukum yang mengikat, (2)Dukungan finansial baik dari APBN, APBD
ataupun dari sumber lain untuk menjamin keberlangsungan program kegiatan
konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan lahan di DAS Rongkong baik
bersifat fisik dan non fisik, (3)Merumuskan aturan kelembagaan, dalam
pengelolaan DAS Rongkong, maka DAS Rongkong harus mereformasi
organisasi / forum / lembaga yang ada dengan meningkatkan kapasitas kelembagaan
dan kapasitas sumberdaya manusia sehingga dapat berperan lebih optimal dalam
pengelolaan DAS Rongkong secara terpadu. (4) Merumuskan instrumen pengelolaan
DAS Rongkong, meliputi : Penilaian sumber daya air dan lahan sebagai alat untuk
memahami antara sumber daya yang ada dengan tingkat kebutuhannya, Perencanaan
pengelolaan DAS terpadu yang mengkombinasikan rencana tata ruang wilayah
(RTRW), pengelolaan dan penilaian resiko lingkungan, ekonomi dan sosial dengan
partisipasi masyarakat dalam menentukan arah pembangunan, Instrumen perubahan
perilaku sosial melalui perumusan kurikulum pendidikan yang berbasiskan
pengelolaan DAS sehingga muncul kesadaran dari masyarakat sendiri untuk menjaga
ekosistem DAS tetap lestari, Instrumen Ekonomi, menjadikan DAS memiliki nilai
secara ekonomi melalui mekanisme jasa lingkungan dan memberlakukan subsidi, incentive
dan punishment, Instrumen regulasi untuk mengontrol kualitas air,
distribusi jumlah air, perencanaan penggunaan lahan dan perlindungan lingkungan
sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi semua pihak. Pertukaran
data dan informasi antar stakeholder melalui satu sistem manajemen informasi
yang berifat terbuka.
Strategi berbasiskan kegiatan RHL
yang digunakan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu kegiatan vegetatif, sipil teknis berbasis lahan dan sipil teknis
berbasis alur sungai. Kegiatan vegetatif; penanaman dalam bentuk
penghijaun, reboisasi, dan hutan tanaman rakyat seluas 34.206,39 ha. Kegiatan sipil teknis berbasis lahan; pembuatan
embung, dan sumur resapan. Kegiatan sipil teknis berbasis alur sungai; pembuatan
Dam Pengendali (Dpi), dan DAM Penahan (DPn) pada lahan-lahan yang kritis, erosi
tinggi dan sesuai syarat teknis dari bangunan tersebut.
RENCANA
IMPLEMENTASI PROGRAM DAN KEGIATAN
Total biaya yang dibutuhkan untuk
Program Pengelolaan DAS Terpadu DAS Rongkong untuk
jangka waktu 15 tahun adalah sebesar Rp 1.235.096.977.230,-. Pihak-pihak yang terkait dalam
pengelolaan DAS Rongkong terpadu dikelompokkan dalam 3
tim yaitu: Tim Pengarah, Tim Pengelola, dan Tim Monitoring dan Evaluasi.
PEMANTAUAN
DAN EVALUASI
Tahapan -
tahapan yang harus dievaluasi antara lain adalah sebagai berikut: (1) Input (jumlah dana, staf yang terlibat, kantor, volunteers,
peralatan, bahan dan kelembagaan yang terlibat, dan mekanisme hubungan
antar lembaga); (2)Aktivitas (kegiatan yang dilakukan, perencanaan dan penerapan dari
rencana yang dibuat; (2)Target sasaran (multipihak yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi DAS); (3) Reaksi dari target sasaran
terhadap rencana yang dilakukan; (4) Perubahan PKS (Pengetahuan, Keterampilan dan
Sikap/Knowledge, Skill, Ability) terutama perubahan perilaku
masyarakat terhadap lingkungan dan sosial ekonomi; (5) Perubahan perilaku
melalui perubahan sosial dan peningkatan kapasitas sosial ekonomi; (6) Hasil akhir yang berhubungan dengan tujuan dan
sasaran yang telah direncanakan.
PUSTAKA
Anonim, 2010. Luwu Utara dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Luwu Utara.
Anonim, 2010. Kecamatan Lamasi dalam Angka. Badan
Statistik Kabupaten Luwu.
Anonim, 2010. Kecamatan Walenrang Utara dalam Angka.
Badan Statistik Kabupaten Luwu.
Anonim, 2011. Hasil pengukuran debit air dan sedimen
Sungai Rongkong 20 tahun terakhir. PU Pengairan Provinsi Sulawesi Selatan.
Arsyad, S. ; Pryanto, A. ; dan Nasoetion, L.I. 1985. Pengembangan Daerah Aliran Sungai.
Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Arsyad,S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Balai Pengelolaan DAS Saddang,
2009. Update Lahan Kritis BP DAS Saddang Propinsi Sulawesi Selatan.
Balai Pengelolaan DAS Saddang,
2009. Rencana Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTk-RHL) BP DAS Saddang, Makale.
Balai Pengelolaan DAS Saddang,
2007. Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terapadu DAS Lamasi, Makale.
Balai Pengelolaan DAS Saddang, 2010. Penyusunan Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu DAS Saddang, Makale.
Biro Bina Dekonsentrasi Setda
Provinsi SulSel, 2009. Jumlah Penduduk pada desa/lembang dan kelurahan dalam
Wilayah Sulawesi Selatan. Makassar.
Indonesia Power. 1990. TMA, Debit Air Masuk, Keluar PLTA Saguling Tahun
1990.
.
1993. Data DMA, Air Masuk, Air Keluar,
Beban dan Produksi KWH PLTA Saguling.
. 2008.
TMA, Debit Air Masuk, Keluar, Limpasan,
Beban Rata-rata dan Produksi PLTA Saguling.
Holy, M. 1976. Erosion
and Environment. Environmental Science and Aplication; Vol 9. Pergamon
Press Ltd. England.
Keputusan Menteri Kehutanan RI, 2005. Kriteria Penetapan
Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
2008. Laporan Hasil Pemeliharaan
Lingkunagan Hidup (Penelitian Kualitas
Air Waduk Saguling) semester I Tahun 2008. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Peraturan
Menteri Kehutanan RI, 2009. Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu
. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar